Wednesday, 20 September 2017

MADZHAB SHAHABI



MADZHAB SHAHABI
MakalahIni Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqih
Dosen Pengampu : M.Fuad Al Amin,Lc.M.P.I


DisusunOleh :
M.UGI SOFYAN FASA (2021116019)
DWIYANTO A.(20211161)

Kelas : E
Kelompok : 11
FAKULTAS TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
 PEKALONGAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG MASALAH
           
   Terdapat sebuah generasi saat nabi Saw,diutus adalah generasi dimana para sahabat hidup.Mereka adalah sebaik-baik genarasi ,dari aspek keimanan mereka sangat memegang teguh ajaran islam,dan mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya melebihi dari segalanya.hal ini bisa dilihat dari kisah para sahabat dalam mempertahankan aqidah mereka,meskipun harus disiksa dan didera oleh berbagai siksaan dan cacian dari kafir Quraiys.Mereka adalah generasi yang patut kita jadikan teladan baik dari kuatnya keimanan,pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari dan menyebarkan ajaran islam kepada yang lain.
Terlepas dari segala keutamaan yang dimilik para sahabat,para ulam berbeda pendapat mengenai keabsahan segala hal yang sampai pada kita dari sahabat baik itu berupa perkataan,perbuatan ataupun fatwa sebagai salah satu sumber pengambilan hukum dalam islam.
B.  RUMUSAN MASALAH
       Dari uraian latar belakang di atas,dapat di ambil rumusan masalah diantaranya sebagai berikut:
1.         Apa pengertian dari madzhab shahabi ?
2.         Bagaimana contoh pelaksanaan dari madzhab shahabi ?
3.         Bagaimana pendapat ulama tentang kehujjahan madzhab shahabi ?

C.  TUJUAN
1.        Untuk menegetahu pengertian dari madzhab shahabi
2.        Untuk mengetahui contoh pelaksanaan dari madzhab shahabi
3.        Untuk mengetahui pendapat ulama tentang kehujjahan masdzhab shahabi


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Shahabat
            Sebelum kita membahas lebih jauh tentang Madzhab Sahabat kita perlu terlebih dahulu memaham isi apakah Sahabat yang dimaksud.
Menurut jumhur ulama, sahabat adalah orang yang bertemu dengan Rasulullah saw. serta iman kepadanya, dan bersamanya dalam waktu yang cukup lama, dan ketika meninggal tetap dalam keadaan beriman.
            Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar, ahli hadits ternama, yang dikatakan sahabat ialah orang yang berjumpa dengan Rasulullah saw. dalam keadaan beriman dan meninggal dalam keadaan Islam, baik lama bergaul dengan Rasul maupun sebentar saja, baik turut berperang maupun tidak, baik dapat melihat Rasul tetapi tidak duduk dalam satu majelis, ataupun tidak dapat melihat Rasul karena buta.[1]
             Muhammad Abu Zahra dalam bukunya UshulFiqih menyebutkan bahwa yang dimaksud Shahabat dalam konteks ini adalah orang-orang yang bertemu Rasulullah saw. Yang langsung menerima risalahnya, dan mendengar langsung penjelasan syariat dari beliau.[2]
            Diantara para Sahabat Rasulullah saw. adalah para khulafaurrasyidin, yaitu : Abu Bakar As-shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib; Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amru bin Ash, Zaid bin Tsabit, Muadz bin Jabal, dll.

B.     Pengertian Madzhab Shahabi
            Pengertian Madzhab Sahabat sendiri secara etimologi yaitu kata madzhab merupakan  sighat isim makan dari fi’il madli zahaba yang artinya pergi. Oleh karena itu,mazhab artinya : tempat pergi atau jalan. Kata-kata yang semakna ialah :maslak, thariiqah dan sabiil yang kesemuanya berarti jalan atau cara.
           Sesuatu dikatakan madzhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri  khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang dinamakan madzhab adalah metode yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah. Dengan demikian, madzhab sahabat adalah jalan yang ditempuh para sahabat.
            Madzhab Sahabat yang lazimnya juga disebut Qaul Sahabat maksudnya adalah pendapat-pendapat Shahabat dalam masalah-masalah Ijtihad. Dengan kata lain Qaul Sahabat adalah pendapat para Sahabat tentang suatu kasus yang dinukil oleh para Ulama, baik berupa fatwa maupun ketetapan hukum, yang tidak dijelaskan dalam ayat atau hadits.
           Dari sini dapat disimpulkan bahwa pengertian dari madzhab sahabat adalah jalan yang ditempuh oleh para shahabat dalam menetapkan hukum Islam, yaitu berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijtihad. Jadi Madzhab Sahabat adalah jalan yang ditempuh oleh para shahabat dalam menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an, sunnah dan  hadits. Sedangkan Qaul Sahabat ialah fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh sahabat Rasulullah saw., menyangkut hukum masalah-masalah yang tidak diatur dalam nash.

C.     Pelaksanaan Madzhab Shahabi Dalam Kehidupan Masyarakat
            Perbedaan pendapat para ulama mengenai kehujjahan madzhab shababi sebagai salah satu sumber hukum,menyebabkan perbedaan pula dalam menghukumi suatu permasalahan yang tidak ada nash yang menjelaskannya.Berikut ini beberapa contoh dari sekian banyak contoh yang ada,yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
1.      Hukum shalat jum’at bagi yang shalat i’d
a.       Imam asyafi’i berpendapat bahwa kewajiban shalat jumat bagi ahli balad adapun ahli qura dirukhsah,imam syafi’i berdalilkan sebuah riwayat oleh imam malik dari ibnu shihab abi ubaid bekas hamba sahaya ibnu azhar,dia berkata.
saya melakukan shalat id bersama utsman bin affan,maka utsman shalat lalu berkhatbah dan berkata,sesungguhnya telah berkumpul pada hari ini dua id,maka barang siapa yang hendak menunggu dari ahli a’liyah maka tunggulah dan barang siapa hendak pulang maka diizinkan padanya.

b.      Imam ahmad berpendapat bahwa shalat jum’at tidak usah dilakukan bagi mereka yang melaksanakan shalat id baik ahli balad atau ahli qura keculi imam.Adapun imam ahmad berdalillkan dari yang diriwayatkan iyas bin abi ramlah asy-syami,dia berkata.SayamelihatMu’awiyahbertanyakepada Zaid bin Arqam,
Apakah engkau pernah mendapatkan dua ‘id bersatu pada satu hari bersama Rasulullah Saw.?,maka Zaid berkata, ”Iya”. “Maka bagaimana hukumnya?” Zaid menjawab, ”Shalat ‘Id kemudian dirukhsah pada shalat jum’at”. Lalu Zaid berkata, ”Barang siapa yang hendak shalat ( shalat jum’at) maka shalatlah”.( HR. Abu Daud).

c.       Adapun imam abu hanifah dan malik berpendapat bahwa shalat jumat dan shalat id wajib keduanya untuk dilaksanakan ,abu hanifah berdalillkan bahwa hukum melaksanakan shalat jumat adalah wajib adapun shalat id maka bagi siapa yang meninggalkannya berarti sesat dan bidah.
2.      Status Pernikahan dalam masa ‘Iddah
a.       Imam Malik, Al-Auza’I dan Al-Laits berpendapat bahwa mereka harus dipisahkan, dan wanita itu menjadi haram bagi laki-laki tersebut selamanya. Mereka berpendapat dengan perkataan Umar yang memisahkan antara Thalhah Al-Asdiah dengan suaminya Rasyid Ats-Tsaqafi ketika mereka menikah pada masa ‘iddah dari suaminya. Dan berkata, ”Setiap wanita yang menikah dalam masa iddahnya, apabila suami yang menikahinya itu belum menggaulinya maka harus dipisahkan keduanya. Kemudian sang wanita menyempurnakan masa iddahnya. Lalu jika pada masa iddah itu dia menikah lagi dengan yang lain dan sudah digauli maka harus dipisahkan keduanya. Kemudian sang wanita menyempurnakan masa ‘iddah dari suami yang pertama lalu dilanjutkan dengan menjalani masa iddah dari suami yang kedua. Dan antara wanita tersebut dengan suaminya yang ketiga tidak boleh bersatu selamanya”.
b.      Adapun pendapat yang kedua bahwa dipisahkan keduanya dan sang wanita boleh mendapatkan maharnya. Dan apabila telah habis masa iddahnya apabila sang wanita berkehandak untuk menikahinya lagi maka tidak apa-apa. Sebagaimana dijelaskan oleh Ali bin Abi Thalib.


3.       Hukum potong tangan bagi seorang pembantu
a.       Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum bagi seorang pembantu yang mencuri harta tuannya tidak dipotong. Adapun Dalilnya:
1)      Diriwayatkan oleh Imam Malik, beliau berkata, ”Telah bercerita kepada kami dari Az-Zuhri dari As-Saib bin Yazid bahwa Abdullah bin Amar bin Hadhrami datang kepada Umar bi Khattab dengan seorang hamba, lalu dia berkata, ”Potong tangannya karena dia telah mencuri”. Umar bertanya, ”Apa yang dicuri olehnya?”, dia menjawab, ”Cermin istriku yang berharga enam puluh dirham”. Maka Umar berkata, ”Lepaskan saja karena tidak ada potong tangan bagi pembantu yang mencuri hartamu”.
2)      Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwa seseorang datang kepadanya lalu berkata, ”Budak saya mencuri harta milik budak saya yang lain”, lalu Ibnu mas’ud berkata, ”Tidak ada potong tangan bagi “harta” (baca: budak) yang mencuri “harta” (baca: budak).

b.      Adapun Daud Adz-dzhahiri berpendapat bahwa potong tangan tetap berlaku secara mutlak. Dengan berdalilkan Firman Allah Swt.
c.            والسارقة والسارق ايديهما فاقطعوا ايديهما جزاء بما كسب نكلا من الله والله عزيز حكيم  38

Artinya: ”Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan dari apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Maa’idah: 38)



D.    Pendapat Ulama Tentang Kehujjahan Madzhab Shahabi
            Pendapat sahabat tidak menjadi hujjah atas sahabat lainnya. Hal ini telah disepakati. Namun yang masih diperselisihkan ialah, apakah pendapat sahabat bias menjadi hujjah atas tabi’n dan orang-orang setelah tabi’in. Ulama  ushul memilik itiga pendapat, di antaranya adalah[3]:
1.      Satu pendapat mengatakan bahwa mazhab Sahabat (qauluss shahabi) dapat menjadi hujjah.
a.       Pendapat ini berasal dari Imam Maliki, Abu bakarar-Razi, Abu Said shahabat Imam Abu Hanifah, begitu juga Imam Syafi’i dalam madzhab qadimnya, termasuk juga Imam Ahmad Bin Hanbal dalam saturiwayat.Alasan pendapat ini adalah firman Allah SWT.
كنتم خير امة اخرجت للناس تاءمرون بالممعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله ولو ءامن اهل الكتب لكان خيرالهم منهم المؤمنون واكثرهم الفسقون  
Artinya: “Kamu adalahumat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang   munkar”. (QS. Ali-Imran: 110)
Ayat ini merupakan kitab dari Allah untuk sahabat-sahabat agar mereka menganjurkan ma’ruf, sedangkan perbuatan ma’ruf adalah wajib, karena itu pendapat para sahabat wajib diterima.
b.      Alasan yang kedua adalah hadits Rasul saw
أَصْحَابِيْ كَالنُّجُوْمِ بِأَيِّهِمْ اِقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ

artinya; “Sahabatku bagaikan bintang-bintang siapa saja di antara mereka yang kamu ikuti pasti engkau mendapat petunjuk”.
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menjadikan ikutan kepada siapa saja dari sahabatnya sebagai dasar memperoleh petunjuk (hidayah). Hal ini menunjukkan bahwa tiap-tiap pendapat dari mereka itu adalah hujjah dan wajib kita terima/amalkan.
2.      Satu pendapat mengatakan bahwa mazhab sahabat (qauluss shahabi)  secara mutlak tidak dapat menjadi hujjah/dasar hukum.Pendapat ini berasal dari jumhur Asya’iyah dan Mu’tazilah, Imam Syafi’i dalam mazhabnya yang jaded (baru) juga Abu Hasan al-Kharha dari golongan Hanafiyah[4]
Alasan mereka antara lain adalah firma Allah:
فاعتبروا ياولى الابصر

Artinya:  “Maka ambillah (kejadianitu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”. (QS. al-Hasyr: 2)
Maksud ayat tersebut adalah bahwa Allah SWT menganjurkan kepada orang-orang yang mempunyai pandangan/pikiran untuk mengambil i’tibar (pelajaran). Yang dimaksud i’tibar dalam ayat tersebut ialah qiyas dan ijtihad, sedangkan dalam hal mujtahid sama saja apakah mujtahid itu sahabat atau bukan sahabat.
3.      Ulama  Hanafiyah, Imam Malik, qaul qadim Imam Syafi’i dan pendapat terkuat dari Imam Ahmad bin Hanbal, menyatakan bahwa pendapat sahabat itu menjadi hujjah dan apabila pendapat sahabat bertentangan dengan qiyas maka pendapat sahabat didahulukan. Alasan yang mereka kemukakan antara lain adalah firman Allah dalam suratat-Taubah ayat 100:
وااسبقون الاولون من المهجرين والانصار والدين اتبعوهم باحسن رضى الله عنهم ورضوا
Artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka”. (QS. at-Taubah: 100)

            Dalam ayat ini menurut mereka, Allah secara jelas memuji para sahabat karena merekalah yang pertama kali masuk Islam.[5]
Sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Imran bin Hushain yang berbunyi:
“Sebaik-baik kamu (adalah yang hidup pada) masaku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya”[6]

            Dari segi alasan logika, pendapat sahabat dijadikan hujjah karena terdapat kemungkinan bahwa pendapatmeraka itu berasal dari Rasulullah. Disamping itu karena mereka sangat dekat dengan Rasulullah dalam rentang waktu yang lama, hal ini memberikan pengalaman yang sangat luas kepada mereka dalam memahami ruh syari’at dan tujuan-tujuan persyari’atan hokum syara’. Dengan bergaul dengan Rasulullah berarti mereka merupakan murid-murid langsung dari beliau dalam menetapkan hukum, sehingga diyakini pendapat mereka lebih mendekati kebenaran. Oleh karena itu, jika pendapat mereka bertentangan dengan al-Qiyas, maka sangat mungkin ada landasan hadits yang mereka gunakan untuk itu. Sebagaimana diketahui, mereka adalah generasi terbaik (memiliki sifatal-‘Adalah), yang sangat sulit diterima menurut kebiasaan jika melahirkan pendapat syara’tanpa alasan, sebab hal itu terlarang menurut syara’[7]













KESIMPULAN
Madzhab shahabi ialah pendapat sahabat Rasulullah SAW tentang suatu kasus dimana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam Alquran dan sunnah Rasulullah.adapun mengenai kehujjahannya,para ulama saling berbeda pendapat.Satu pendapat mengatakan bahwa mazhab Sahabat (qaulussshahabi) dapat menjadi hujjah.Satu pendapat yang lain  mengatakan bahwa mazhab sahabat (qaulussshahabi)  secara mutlak tidak dapat menjadi hujjah atau dasar hukum. Ulama Hanafiyah, Imam Malik, qaul qadim Imam Syafi’i dan pendapat terkuat dari Imam Ahmad bin Hanbal, menyatakan bahwa pendapat sahabat itu menjadi hujjah dan apabila pendapat sahabat bertentangan dengan qiyas maka pendapat sahabat didahulukan.untuk kejadian yang menyangkut madzhab sahabat dalam masyarakat juga cukup banyak,dan disitu juga terjadi perbedaan pendapat.


            KRITIK DAN SARAN

            Alkhamdulillahirobbilalamin.Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat untuk kita semua. Mohon maaf atas kesalahan-kesalahan, dan kebaikan datangnya hanya dari Allah SWT.kritik dan saran senantiasa kami butuhkan demi kesempurnaan makalah kami di kemudian hari. Terimakasih.















DAFTAR PUSTAKA
Al-Imam Muhammad Abu Zahrah, UshulFiqh, (DarulFikri Al-Arabi, 1957)
Drs. SyarminSyukur, Sumber-sumberHukum Islam, (Al-Ikhlas,1993)
KhairulUmam, dkk, UshulFiqih I, cet. 2, (Bandung: PustakaSetia, 2000)
Rahman Dahlan,M.A,UshulFiqh, Cet.1, (Jakarta: Amzah, 2010)


           
























BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
      
B.  SARAN
            Penulis menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulis guna mengingatkan dan memperbaiki.Terakhir penulis mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT serta terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah.
                     




























DAFTAR PUSTAKA


[1]Drs. SyarminSyukur, Sumber-sumberHukum Islam, (Al-Ikhlas,1993), hal.120
[2]Al-Imam Muhammad Abu Zahrah, UshulFiqh, (DarulFikri Al-Arabi, 1957), hal. 212
[3]Khairul Umam, dkk, Ushul Fiqih I, cet. 2, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 182.
[4]]Ibid, hlm. 183
[5]Ibid, hlm. 184-185.
[6]Rahman Dahlan,M.A,UshulFiqh, Cet.1, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm 225
[7]Ibid, hlm. 228.

1 comment:

  1. Alhamdulillah dapat ilmu dri blog antum, semoga bermanfaat buat semuanya

    ReplyDelete

CARA MEMBUAT TORAKUR

Resep Cara Membuat Manisan Tomat Rasa Kurma (TORAKUR)   Proses penjemuran (sumber: beritadaerah.co.id) Cara membuat Manisan Tomat Rasa...